Dalam upaya pencegahan munculnya paham radikalisme dan tindakan terorisme dibutuhkan sinergi dan komitmen pemerintah serta masyarakat untuk bergerak mencegah massif. Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari menegaskan pentingnya peran keluarga sebagai unit terkecil masyarakat sebagai garda terdepan dalam menghadang radikalisasi dan terorisme terinternalisasi dalam keluarga.
“Negara pun ikut hadir dalam upaya meningkatkan kapasitas keluarga melalui layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang saat ini jumlahnya 189 PUSPAGA dengan psikolog yang tersebar di seluruh Indonesia. PUSPAGA memiliki fungsi layanan informasi maupun bimbingan kepada keluarga yang dapat membantu mengoptimalisasikan peran keluarga dalam mencegah tindakan radikalisme dan terorisme terhadap anak dan keluarga,” ujar Rohika.
Rohika menambahkan untuk menjawab tantangan terkait isu radikalisasi dan terorisme dalam keluarga, Kemen PPPA bersama dengan BNPT menyelenggarakan Sosialisasi Pencegahan Anak dan Keluarga dari Paham Radikalisme dan Terorisme melalui Pusat Pembelajaran Keluarga. “Kegiatan ini dilaksanakan sebagai penguatan bagi Psikolog/Konselor serta Dinas PPPA pengampu PUSPAGA yang memiliki fungsi layanan dan bimbingan agar mampu memahami akan pentingnya pencegahan paham radikalisme dan tindakan terorisme pada anak dan keluarga dan tentu sesuai dengan Tema Hari Anak Nasional Tahun 2021, Anak Terlindungi, Indonesia Maju,” imbuh Rohika.
Rohika mengatakan berbagai persoalan terkait perlindungan dan pemenuhan hak anak berawal dari keluarga dan akan mencerminkan bagaimana ke depan kualitas Bangsa dan Negara kita. “Kita sangat berharap, keluarga-keluarga di seluruh Indonesia akan menjadi lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan radikalisasi dan terorisme, yang diawali dari mitigasi dalam pengasuhan anak berbasis hak anak” ujar Rohika.
Sementara itu, bicara mengenai upaya pencegahan paham radikalisme dan terorisme tidak terlepas dari kebijakan pemerintah melalui BNPT. Terkait hal tersebut, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), R. Ahmad Nurwakhid mengatakan akar masalah dari radikalisme dan terorisme adalah ideologi menyimpang yang berpotensi menyasar siapa saja tanpa mengenal agama maupun pekerjaan.
“Pola radikalisme dan terorisme oleh dunia internasional sudah dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan kejahatan kemanusiaan atau kejahatan serius. Pola berawal dari potensi radikal yang berubah menjadi motivasi radikal jika dipicu oleh beberapa faktor di antaranya politisasi agama, pemahaman agama yang menyimpang, intoleransi, kemiskinan dan kebodohan. Faktor lain bisa juga dipicu oleh lingkungan dan media sosial sehingga dapat membentuk individu yang radikal-terorisme,” jelas Ahmad Nurwakhid.
Ahmad Nurwakhid menuturkan radikalisme dan terorisme dapat berpotensi pada seluruh manusia tidak mengenal agama, suku, bangsa, pekerjaan, maupun tingkat pendidikan. “Oleh sebab itu, kita harus menjadi influencer untuk persatuan dan kedamaian yang berbasis kebenaran, jangan hanya diam terhadap penyebaran konten yang mengandung unsur radikalisme dan terorisme. Negara tidak dapat bekerja sendiri dalam mencegah paham radikalisme dan terorisme, untuk itu dibutuhkan kerjasama dan sinergitas seluruh pihak,” ujar Ahmad Nurwakhid.
Sementara itu, Deputi Program Impak dan Kebijakan YSTC (Save The Children Indonesia), Tata Sudrajat mengatakan timbulnya intoleransi, paham radikalisme, dan terorisme memiliki kaitan dengan bagaimana pola pengasuhan anak dalam keluarga.
“Tantangan pola pengasuhan anak dalam keluarga dapat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan dan pola pikir orangtua. Keluarga yang menganut intoleransi, paham radikalisme, dan terorisme cenderung memiliki pola asuh yang toxic parent dan memiliki risiko tinggi mudah terpapar paham radikalisme dan terorisme. Sedangkan keluarga seharusnya memiliki kelekatan aman dan menerapkan disiplin positif dalam pola pengasuhan pada anak. Disiplin positif dapat mencegah terpaparnya keluarga dari intoleransi, paham radikalisme, dan terorisme,” ujar Tata.
Lebih lanjut, Psikolog PUSPAGA Semanggi Kota Surabaya, Doni Mustofa berbagi praktik baik tentang bagaimana peran PUSPAGA dalam mencegah keluarga terpapar paham radikalisme dan terorisme. “Kehadiran PUSPAGA di Surabaya selaras dengan predikat Surabaya sebagai kota yang mendapatkan kesetaraan gender, anti kekerasan perempuan dan anak, juga perdagangan manusia. Kegiatan PUSPAGA dimaksimalkan untuk psiko-edukasi dan memaksimalkan peran aktif sebagai pencegah dan bukan sebagai penanganan. Untuk pencegahan keluarga terpapar paham radikalisme dan terorisme kami melakukan serangkaian kegiatan sosialisasi baik melalui konseling online, konseling kelompok, penjangkauan, maupun podcast dan penggunaan media sosial,” ujar Doni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar anda disini